"Selamat Berkunjung Ke Blog Kami"

"Pengajin Rutin Majlas 'Ainnuridho di Mushola AL-IKHSAN Setiap Malam Sabtu Pukul 20.00 Wib s/d Selesai,Pembacaan Ratibul haddad dilanjutkan pembahasan Fiqih Safinatun Najah,SESEORANG AKAN DIKUMPULKAN BERSAMA ORANG YANG DICINTAI-NYA " "Sekertariat Sdr Muhamad Imron di 08594320070 atau Sdr Sholeh Nugraha di 085216655001"

RENUNGAN

Kamis, 28 Juli 2011

Sambutlah Kehadirannya Dengan Gembira

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakathu.

Pada bulan ini ada empat perkara yang harus kalian lakukan dalam jumlah besar. Dua di antaranya adalah berbakti kepada Allah, sedang dua lainnya adalah hal-hal yang tanpa itu kalian tidak akan berhasil. 

Suatu ketika, saat menaiki mimbar untuk berkhutbah, ketika menginjak anak tangga pertama, Rasulullah SAW mengucapkan amin, begitu pula pada anak tangga kedua dan ketiga.
Seusai shalat, para sahabat bertanya, “Mengapa Rasulullah mengucapkan amin?”
Beliau menjawab, “Malaikat Jibril datang dan berkata, ‘Kecewa dan merugi seseorang yang bila namamu disebut ia tidak mengucapkan shalawat atasmu.’
Lalu aku berucap amin.
Kemudian Malaikat Jibril berkata lagi, ‘Kecewa dan merugi orang yang berkesempatan hidup bersama kedua orangtuanya tetapi ia tidak sampai bisa masuk surga (yakni dengan berbakti kepada mereka).’
Lalu aku mengucapkan amin.
Kemudian katanya lagi, ‘Kecewa dan merugi orang yang berkesempatan hidup pada bulan Ramadhan tetapi tidak sampai terampuni atas dosa-dosanya.’
Lalu aku mengucapkan amin’.” (Hadits itu diriwayatkan oleh Imam Ahmad).

Ramadhan adalah nama salah satu bulan dari dua belas bulan Hijriyyah. Kelihatannya, tidak ada perbedaan antara Ramadhan dan bulan-bulan lainnya. Secara fisik, kelihatannya semua bulan itu sama saja. Tetapi sesungguhnya terdapat perbedaan berdasarkan pemaknaan atasnya. Pemaknaan bisa dilihat dari dua sisi. Yakni karena telah ditetapkan oleh Sang Pencipta sebagai bulan yang disucikan dan dimuliakan, atau terkait dengan momentum sejarahnya.
Ramadhan memenuhi kedua alasan di atas. Selain oleh Allah disucikan dan dimuliakan, di dalamnya juga terdapat berbagai peristiwa sejarah yang sangat monumental. Sejarah itu tidak saja terjadi pada Rasulullah SAW, tapi juga terjadi pada masa nabi-nabi yang sebelumnya.
Dalam beberapa hadits dan keterangan yang lain disebutkan, semua kitab suci diturunkan oleh Allah SWT pada bulan Ramadhan. Nabi Ibrahim AS menerima kitab pada hari pertama atau ketiga bulan Ramadhan. Nabi Daud AS menerima kitab Zabur pada hari kedua belas atau delapan belas bulan yang sama. Demikian juga Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS, masing-masing telah menerima kitab Taurat dan Injil pada bulan Ramadhan. Nabi Muhammad SAW  menerima kitab Al-Qur’an pada tanggal 17 Ramadhan.
Telah menjadi ketentuan Allah SWT, semua kitab suci diturunkan pada bulan Ramadhan. Itu semata-mata ditujukan untuk menyucikan dan memuliakannya. Memang ada empat bulan lainnya yang juga dimuliakan Allah, tapi Ramadhan tetap menempati urutan teratas. Bukan hanya karena momentumnya, tapi terlebih karena Allah SWT menjanjikan berbagai “bonus” istimewa. Karena alasan itulah, jauh sebelum bulan Ramadhan tiba, Rasulullah SAW telah menyambutnya.
Sejak bulan Sya`ban, beliau telah menganjurkan kepada umatnya agar mempersiapkan diri menyambut kedatangan “tamu mulia” ini, yaitu dengan memperbanyak ibadah, terutama ibadah shaum (puasa). Karena itu bagi kita yang belum terbiasa shaum pada hari Senin dan Kamis, diharapkan pada bulan Sya`ban sudah mulai menjalankannya. Jika belum mampu, cukup dengan berpuasa tiga hari di tengah bulan.
Ya, bulan Sya`ban harus dijadikan sebagai bulan persiapan. Seorang muslim yang akan memasuki arena Ramadhan hendaknya mempersiapkan segala sesuatunya di bulan ini. Jika demikian, dalam dirinya segera terbayang suasana indah Ramadhan. Suasana itu tergambar dalam hatinya dan terukir dalam benak pikirannya. Memang kehadiran bulan Ramadhan dirindukan dan dinanti-nantikan setiap mukmin.
Bagi para sahabat Nabi, saat-saat menanti Ramadhan tak ubahnya calon pengantin yang merindukan hari pernikahannya. Jauh hari sebelum hari “H”-nya, mereka sudah memikirkan hal-hal yang sekecil-kecilnya. Tiada seorang pun di antara kaum muslimin yang bersedih hati saat menghadapi kedatangan Ramadhan. Sebaliknya mereka bersuka cita dan bergembira, menyambutnya dengan penuh antusias dan semangat yang menyala-nyala.
Merupakan tradisi di masa Rasulullah, pada saat akhir bulan Sya`ban para sahabat berkumpul di masjid untuk mendengar khutbah menyambut Ramadhan. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh kaum muslimin untuk saling meminta maaf di antara mereka. Seorang sahabat meminta maaf kepada sahabatnya, seorang anak kepada orangtuanya, seorang adik kepada kakaknya, dan seterusnya. Mereka ingin memasuki bulan Ramadhan tanpa beban dosa. Mereka ingin berada dalam suasana Ramadhan yang disucikan itu dalam keadaan suci dan bersih.
Kebiasaan Rasulullah dan para sahabatnya ini perlu dihidupkan lagi tanpa harus mengubah tradisi yang sudah ada. Biarlah hari raya `Idul Fithri tetap dalam tradisinya, tapi pada akhir bulan Sya`ban perlu ditradisikan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan Nabi, yaitu dengan memperbanyak silaturahim, saling meminta maaf dan bertahniah, selain menyambutnya dengan ceramah yang dikhususkan untuk itu. Tahniah, mengucapkan selamat, atas kedatangan bulan Ramdhan adalah kebiasaan baik yang ditradisikan Rasulullah.
Dalam rangka mewujudkan itu, diperlukan kepeloporan dari kita semua untuk memulai tradisi baru dalam menyambut Ramadhan sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Kita perlu sedikit kreatif untuk memulainya. Ide-ide baru juga perlu dimunculkan untuk membangkitkan kegairahan umat dalam menyambut bulan suci tersebut. Perlu ada upaya khusus untuk mengalihkan perhatian umat yang semula hanya tertuju pada hari raya menjadi lebih tertuju kepada bulan Ramadhan. Tentu tidak berarti kita harus mengabaikan ‘Idul Fithri, karena sebagai hari kemenangan ia tetap layak untuk dirayakan dalam batas-batas yang wajar.
Tradisi lain menjelang Ramadhan adalah berziarah kubur. Itu tidak salah, sebagaimana berziarah kubur di hari-hari yang lain juga dibolehkan bahkan dianjurkan. Hanya saja tradisi itu perlu diluruskan dengan memberi pemahaman kepada mereka tentang tata cara berziarah kubur yang benar, dan terutama tujuannya. Jangan sampai mereka salah niat dan tujuannya. Jangan pula salah tata caranya. Ini penting, karena menyangkut aqidah.
Perlu juga diingatkan bahwa, selain berziarah kepada orang-orang yang sudah mati, mereka pun tak boleh lupa untuk berziarah kepada orang-orang yang masih hidup. Bisa jadi mereka yang masih hidup itu adalah orangtua mereka sendiri, paman dan bibi mereka, saudara-saudara mereka, dan handai tolan mereka. Ya, terkadang kita lupa menziarahi orang-orang terdekat dan orang-orang yang pernah berjasa kepada kita. Menziarahi kubur orang yang sudah mati itu baik, tapi menziarahi orang yang masih hidup lebih dianjurkan lagi.
Tujuan berziarah kubur untuk mengingatkan kita akan kematian. Sedangkan tujuan berziarah kepada orang yang masih hidup adalah untuk menyambung silaturahim, yang intinya adalah untuk menjaga kalangsungan hidup itu sendiri.
Dianjurkan kepada kaum muslimin untuk mengunjungi kaum kerabat, terutama orangtua, dan juga para guru mereka, untuk mengucapkan tahniah, memohon maaf, dan meminta nasihat, menjelang Ramadhan. Jika jaraknya jauh, bisa ditempuh melalui telepon, surat pos, atau dengan cara-cara lain yang memungkinkan pesan itu sampai ke tujuan. Adalah baik jika kebiasaan itu dikemas secara kreatif, misalnya dengan mengirimkan kartu Ramadhan yang berisi tiga hal di atas.

sumber : http://majalah-alkisah.com/
Wallahu'alam
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakathu.